Rabu, 17 Desember 2014 | 07:14 WIB
Ketua Garda TTU, Paulus Modok kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2014) mengatakan penanganan kasus itu oleh Kejaksaan Negeri Kefamenanu sudah lebih dari satu tahun. Dari penanganan itu, 14 orang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, kata dia, sampai sekarang tak satu pun tersangka ditahan.
Selain itu, ujar Paulus, Kejaksaan Negeri Kefamenanu tidak juga membongkat aktor utama di balik kasus dugaan korupsi tersebut. “Yang menjadi pertanyaan kami, kenapa Kejaksaan Negeri Kefamenanu masih mencari-cari alasan untuk periksa buku-buku dan fisik bangunan?" kata Paulus, Selasa.
Paulus menduga, kejaksaan sedang berupaya merekayasa mengecilkan nilai kerugian negara dari nilai proyek yang diduga dikorupsi itu. "Dasar hukum saja, Bupati TTU mengeluarkan peraturan bupati untuk mengeluarkan proyek DAK saja sudah melawan hukum karena tidak masuk dalam peraturan daerah," imbuh dia.
Menurut Paulus, pelanggaran tersebut seharusnya otomatis menempatkan Bupati TTU Raymundus Sau Fernandes turut bertanggung jawab dan ikut terlibat dalam dugaan korupsi itu. "Sehingga kami desak KPK segera turun, ambil alih kasus ini,” ujar dia.
Kasus korupsi 47,5 miliar ini menurut Paulus sudah pantas diambil alih oleh KPK karena nilainya sangat besar untuk ukuran kabupaten di NTT. ”Saya minta KPK segera turun dalam waktu secepatnya karena Kejaksaan kefamenanu sudah tidak mampu lagi untuk menangani kasus ini,” kata dia.
Kejaksaan Negeri Kefamenanu, kecam Paulus, kalau menangani kasus kecil yang tidak merugikan kepentingan banyak orang, kerjanya sangat cepat dan langsung diproses. Sementara itu, jika kasus yang besar yang melibatkan penguasa, penanganannya berjalan di tempat seperti kasus korupsi DAK Rp 47,5 miliar ini.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kefamenanu, Alma Wiranta, yang dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat sempat membalas dan menanyakan keperluan Kompas.com. Pertanyaan pun Kompas.com kirimkan kepadanya, terkait pernyataan dan desakan Garda ini.
Begitu pertanyaan disampaikan, sampai Selasa malam tak ada juga jawaban dari Alma. Ketika ditelepon, nomor telepon genggamnya malah tidak atif.
DAK
Total anggaran DAK yang menjadi pokok persoalan dalam perkara ini adalah Rp 47.524.696.099, untuk alokasi sejumlah kegiatan. Di antara kegiatan itu adalah pengadaan buku pengayaan, buku referensi, dan buku panduan pendidik tahun anggaran 2008, untuk 45 Sekolah Dasar.
Dana itu juga seharusnya dialokasikan untuk pengadaan buku pengayaan, buku referensi, dan buku panduan pendidik tahun anggaran 2010 untuk 34 SD; pengadaan alat peraga tahun anggaran 2008 untuk 45 SD; pengadaan alat pendidikan tahun anggaran 2010 untuk 11 Sekolah Menengah Pertama; dan pembangunan ruang perpustakaan untuk 85 SD.
Kejaksaan mulai menyelidiki dugaan korupsi DAK ini pada Juni 2013 dan mendapati adanya indikasi yakni proses penganggarannya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
Bupati TTU didapati menggeser anggaran empat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang salah satu di antaranya adalah Dinas PPO Kabupaten TTU. Perubahan alokasi anggaran ini tidak diatur melalui peraturan daerah.
Pergeseran anggaran ditandatangani oleh Bupati pada 30 Desember 2011 atau satu hari sebelum tahun anggaran itu selesai, tetapi realisasi dan pencairan anggarannya sudah dibayarkan sebelum adanya peraturan bupati (Perbup). Karena itu, penganggaran dan pembayaran itu tanpa ada dasar hukumnya.
Kemudian, perubahan anggaran APBD 2012 tidak ditetapkan melalui Perda tetapi hanya berdasarkan Perbup, yang itu juga tidak diparipurnakan oleh DPRD. Didapati pula dalam penyelidikan kejaksaan, penyimpangan berupa perubahan revisi Peraturan Bupati TTU Nomor 170 Tahun 2011 tanggal 10 Maret 2011 tentang nama-nama SD dan SMP penerima DAK bidang pendidikan tahun anggaran 2008, 2010, dan 2011 di Kabupaten TTU.
Perubahan itu dinilai tak sesuai prosedur karena dilakukan sepihak oleh Dinas PPO Kabupaten TTU. Penyelidikan oleh kejaksaan merupakan tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan NTT. Hasil uji petik oleh BPK terhadap 30 sekolah penerima DAK tersebut, terdapat dugaan kerugian negara setidaknya Rp 174 juta dari 220 paket, dari kekurangan jumlah paket pekerjaan.
Adapun 14 orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka adalah Kepala Dinas PPO Kabupaten TTU, Vinsensius Saba selaku KPA; Kabid Tendik Dinas PPO Kabupaten TTU, Edmundus Fallo selaku PPK; serta lima orang rekanan.
Lima rekanan itu aadlah Jhon Lau sebagai Direktur CV Putra Kencana Perkasa; Jefri Totomone sebagai sub kontraktor dari CV Tri Sampurna; DR sebagai Direktur PT Wita Clara; AW sebagai Direktur PT Pagua Nusantara; OSR sebagai Direktur CV Osara Dian Gemilang.
Tersangka lain adalah para panitia proyek DAK bidang pendidikan, sebanyak tujuh orang. Kasus tersebut juga menyeret sejumlah pejabat di TTU untuk menjalani pemeriksaan.
Para pejabat itu adalah Bupati TTU Raymundus Sau Fernandes; mantan ketua DPRD TTU Robertus Nailiu; mantan Wakil Ketua II DPRD TTU, Hermegildus Bone; Ketua DPRD TTU Frengky Saunoah (saat itu menjabat sebagai wakil ketua I DPRD TTU); dan sejumlah pejabat di Setda Kabupaten TTU.
Penulis | : Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere |